VENEWS Langit pagi di Desa Meranjat 1 tampak cerah, namun suasana hati ribuan siswa SMKN 1 Indralaya Selatan justru mendung, Senin (6/10/2025).
Sekitar pukul 09.00 WIB, lebih dari 1.200 siswa berkumpul di lapangan sepak bola desa, bukan untuk bermain, melainkan untuk menyuarakan kemarahan yang telah lama terpendam.
Dengan spanduk dan poster bertuliskan “Kami Butuh Transparansi!” dan “Copot Kepala Sekolah!”, mereka bergerak menuju sekolah, mengguncang institusi yang selama ini mereka anggap sebagai rumah kedua.
Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah ledakan dari akumulasi kekecewaan yang telah lama membara.
Di tengah teriakan dan nyanyian protes, nama Kepala Sekolah Edy Darmansyah menjadi pusat tuntutan. Para siswa menuding adanya penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), ketidakjelasan pengadaan seragam, serta proses pengangkatan guru non-ASN yang dinilai sarat kejanggalan.
Namun yang paling mengguncang adalah tudingan terhadap seorang guru honorer berinisial TM, yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua siswi.
Salah satu korban, berinisial S, bahkan memilih pindah sekolah pada 2024 karena trauma mendalam. Korban lainnya, AH, yang baru lulus tahun ini, disebut masih mengalami gangguan psikologis.
“Kami muak dengan ketidakjelasan ini. Kami ingin sekolah yang bersih, jujur, dan berintegritas,” tegas Kelvin Valentino, Ketua OSIS, dengan suara lantang yang menggema di halaman utama sekolah.
Kelvin berdiri di atas panggung darurat yang dibangun dari meja kayu, dikelilingi oleh ribuan siswa yang bersatu dalam satu suara: perubahan.
Sekitar pukul 10.00 WIB, ketegangan memuncak. Kepala Sekolah Edy Darmansyah belum juga muncul. Para siswa mulai meneriakkan yel-yel yang semakin keras, sementara aparat TNI dan Polri berjaga di sekeliling sekolah, mengantisipasi kemungkinan kericuhan.
Cuaca yang terik membuat beberapa peserta aksi kelelahan, namun semangat mereka tak padam. Aksi sempat dihentikan sejenak untuk istirahat, namun tak satu pun dari mereka meninggalkan lokasi.
Beberapa alumni turut hadir, bukan hanya sebagai saksi, tetapi juga penjaga moral agar aksi tetap berlangsung damai. Di antara mereka, terlihat wajah-wajah yang dulu pernah duduk di bangku yang kini ditempati para demonstran muda.
Di tengah gejolak, suara dari kalangan guru pun mulai terdengar. Susmita, guru Bahasa Jepang, menyampaikan keprihatinannya:
“Kami para guru sangat prihatin. Kami berharap semua pihak dapat duduk bersama dan menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik, transparan, dan berkeadilan.” katanya.
Pernyataan Susmita menjadi penyejuk di tengah panasnya situasi, mengingatkan bahwa perjuangan ini bukan hanya milik siswa, tetapi juga para pendidik yang menginginkan perubahan.
Aksi yang berlangsung hingga siang hari itu dipantau langsung oleh Ketua Korwil MKKS SMA/SMK Ogan Ilir, Efran, serta perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan. Proses mediasi antara perwakilan siswa dan dinas pendidikan masih berlangsung, namun hingga berita ini diturunkan, Kepala Sekolah Edy Darmansyah belum memberikan pernyataan resmi.
Ketidakpastian masih menyelimuti SMKN 1 Indralaya Selatan. Di balik pagar sekolah yang kini menjadi simbol perlawanan, ribuan siswa menanti jawaban. Mereka tidak lagi hanya menuntut, mereka menantang sistem yang selama ini membungkam suara mereka.(why)