Home Ekonomi Menyusun Fondasi Baru Pasar Keuangan Indonesia

Menyusun Fondasi Baru Pasar Keuangan Indonesia

9
0

VENEWS Suatu hari di gedung Kementerian Keuangan di bilangan Lapangan Banteng, sejumlah pejabat terlihat sibuk membolak-balik dokumen tebal yang penuh dengan skema struktur permodalan, matriks regulasi, dan catatan kecil di pinggir halaman.

Nada diskusi terdengar serius, sesekali diiringi ketukan pena pada meja kayu panjang yang memisahkan para peserta rapat. Suasana itu bukan sekadar rutinitas birokrasi. Ada sesuatu yang jauh lebih besar tengah dikerjakan: menyusun aturan main baru yang berpotensi mengubah wajah pasar keuangan Indonesia.

Semuanya berawal dari disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Undang-undang ini menjadi tonggak besar reformasi sektor keuangan, dan di dalamnya terdapat amanat yang terdengar teknis, tetapi memiliki implikasi strategis: memperkenalkan Special Purpose Vehicle (SPV) dan Trustee ke dalam sistem keuangan nasional.

Kedua instrumen ini—yang selama puluhan tahun menjadi komponen penting di negara-negara maju—akhirnya akan memiliki pijakan hukum di Indonesia.

“UU P2SK memberikan mandat yang jelas kepada pemerintah untuk memperkuat kerangka hukum instrumen keuangan,” ujar Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK) Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, saat menjelaskan urgensi pembentukan RPP terkait SPV dan Trustee di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Kalimat itu mungkin terdengar formal. Namun, di baliknya tersimpan satu ambisi moderisasi besar yang sedang berusaha diwujudkan.

SPV: Jalan Baru untuk Membuka Pintu Pembiayaan

Bagi sebagian besar masyarakat, istilah SPV mungkin terdengar asing. Namun dalam dunia keuangan global, SPV adalah “kendaraan khusus” yang selama puluhan tahun menjadi motor inovasi pembiayaan. Dari sekuritisasi perumahan, proyek energi, hingga pembiayaan infrastruktur—SPV hadir di tengah transaksi besar yang memerlukan pengelolaan aset secara terpisah dan profesional.

Indonesia selama ini belum punya landasan kuat untuk menjalankan skema itu. Padahal kebutuhannya nyata: pembiayaan untuk perumahan masih sempit, investor asing membutuhkan transparansi, dan proyek-proyek infrastruktur kerap membutuhkan skema kreatif di luar pembiayaan tradisional.

Dengan RPP baru yang tengah dimatangkan, SPV akan menjadi wadah resmi untuk sekuritisasi aset.

Masyita menegaskan, “Kami ingin memastikan kegiatan sekuritisasi dilakukan dalam kerangka hukum yang jelas dan kredibel sehingga investor merasa aman.”

Di dinding ruang rapat Kemenkeu, sebuah sketsa alur kerja SPV terpampang: pemilik aset mengalihkan asetnya ke SPV, SPV kemudian menerbitkan instrumen yang dibeli investor, dan dana yang terkumpul kembali ke ekonomi.

Sebuah siklus sederhana dalam gambar, tetapi melewati kajian panjang sebelum diterjemahkan ke dalam pasal hukum.

Trustee: Menitipkan Kepercayaan pada Sistem yang Lebih Aman

Jika SPV adalah kendaraan pembiayaan, maka Trustee adalah penjaga kepercayaan. Konsep trustee berangkat dari nilai sederhana: seseorang atau badan hukum dapat mempercayakan asetnya kepada pihak pengelola untuk kepentingan tertentu.

Namun sistem hukum Indonesia selama ini belum memungkinkan pemisahan kepemilikan legal dan kepemilikan manfaat sebagaimana dikenal di negara common law.

UU P2SK mengubah itu. Untuk pertama kalinya, Indonesia akan memiliki instrumen yang memungkinkan pemisahan tersebut—dikenal dengan istilah bankruptcy remoteness, prinsip yang memastikan aset yang dikelola tetap aman meski pihak pemberi amanat mengalami masalah hukum.

“Dengan prinsip pemisahan kepemilikan legal dan manfaat, trustee mampu memberikan perlindungan hukum yang kuat.” jelas Masyita.

Di banyak negara, trustee menjadi andalan untuk pengelolaan dana filantropi, warisan keluarga besar, program beasiswa jangka panjang, hingga skema investasi.

Bayangkan seorang filantropis di Indonesia yang ingin memastikan dananya terus memberi manfaat setelah ia tiada. Atau sebuah lembaga pemerintah yang membutuhkan mekanisme profesional untuk mengelola aset investasi jangka panjang. Atau keluarga yang ingin memastikan warisan mereka dikelola secara aman dan transparan. Selama ini, pilihan mereka terbatas. Dengan lahirnya trustee, peta itu berubah.

Menata Kerangka Regulasi: Antara Ambisi dan Kehati-hatian

Penyusunan RPP tentang SPV dan Trustee tidak berjalan instan. Setiap pasal diuji melalui konsultasi teknis, masukan dari pelaku industri, hingga telaah perbandingan dari sistem di luar negeri.

Di tengah proses itu, sebuah tantangan besar mengemuka: bagaimana membuat regulasi yang cukup ketat untuk melindungi sistem, tetapi tetap cukup fleksibel agar inovasi bisa tumbuh?

Para penyusun kebijakan di Kemenkeu menyadari bahwa Indonesia bukan hanya mengadopsi instrumen asing, tetapi harus menyesuaikan dengan karakter pasar dan hukum nasional.

Sebab regulasi yang kaku justru membuat instrumen ini tidak efektif. Namun regulasi yang terlalu longgar berpotensi menciptakan risiko baru. Ruang rapat menjadi saksi bagaimana keseimbangan itu dirumuskan.

Jika SPV berjalan dengan baik, proyek-proyek infrastruktur dapat memperoleh pembiayaan lebih fleksibel. Sekuritisasi perumahan bisa tumbuh. Investor global mungkin lebih tertarik memasuki pasar Indonesia.

Jika trustee diterapkan dengan efektif, Indonesia memiliki mekanisme baru untuk pengelolaan aset jangka panjang yang aman, profesional, dan transparan. Masyarakat memiliki opsi lebih luas dalam merencanakan masa depan keuangannya.

“Pemanfaatan SPV dan Trustee akan mendukung peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Masyita.

Pada akhirnya, kedua instrumen ini bukan sekadar penambahan istilah baru dalam kamus hukum. Mereka adalah bagian dari upaya panjang Indonesia untuk mengejar ketertinggalan, memperbaiki arsitektur finansial, dan menciptakan pasar yang lebih dalam dan modern.

Masa Depan yang Sedang Disusun

Di balik tumpukan draft RPP, debat teknis antarregulator, dan setumpuk catatan revisi, ada satu gambaran besar yang para pembuat kebijakan sedang upayakan: Indonesia yang lebih siap menghadapi tantangan keuangan global.

Langkah ini mungkin tidak terlihat langsung oleh masyarakat luas. Namun ketika suatu hari seorang pengusaha kecil dapat mengakses pembiayaan murah melalui sekuritisasi, atau keluarga dapat mengamankan asetnya melalui trustee, perubahan itu akan terasa nyata.

Dan semuanya dimulai dari ruang-ruang rapat itu—tempat di mana pondasi masa depan keuangan Indonesia sedang disusun, pelan tapi pasti.(infopublik)

Previous articleSekda Aprizal Hasyim Ajak IKKA Bersinergi untuk Kemajuan Palembang
Next articleMentan Amran Tindak 115 Distributor Pupuk Subsidi Nakal

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here