Home Daerah Banyuasin Empat Kali Dipanggil, ZTMT Menghilang: Wibawa Pemerintah Banyuasin Dipertaruhkan

Empat Kali Dipanggil, ZTMT Menghilang: Wibawa Pemerintah Banyuasin Dipertaruhkan

21
0

VENEWS — sudah empat kali dipanggil, namun pengusaha berinisial ZTMT tak kunjung hadir memenuhi panggilan resmi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Banyuasin.

Sikap abai yang berulang ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana wibawa pemerintah, dan sampai sejauh mana hukum bisa ditegakkan di Banyuasin?

Kasus ini bermula dari proyek pembangunan di kawasan Jalan Noerdin Panji, Kelurahan Jakabaring Selatan, Kecamatan Rambutan.

Berdasarkan Surat Rekomendasi IMB Nomor 503/09/JAKSEL/2020 tertanggal Juni 2020, ZTMT diketahui membangun 12 unit gedung permanen berukuran 5×12 meter di atas lahan seluas 10.246 meter persegi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.97.

Namun, surat tersebut tidak mencantumkan nama maupun NIP pejabat kelurahan yang berwenang, hanya tanda tangan tanpa identitas.

Surat lain dengan Nomor 503/10/JAKSEL/2020 tertanggal 17 Juni 2020 juga menyebutkan pembangunan ruko seluas 720 meter persegi di lokasi serupa.

Selain itu, terdapat pula Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) tanggal 29 Juni 2020, di mana ZTMT tercatat sebagai penanggung jawab pembangunan Mess Karyawan. SPPL itu diterima atas nama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuasin oleh Sekretaris DLH Jeprindi Dirta Pratama, S.Stp., M.Si, meski saat itu Sekretaris Kabupaten Banyuasin masih dijabat oleh Chika Andra, Tr.KL—menambah daftar kejanggalan administrasi.

Menindaklanjuti hal tersebut, DPM-PTSP Kabupaten Banyuasin telah mengirimkan empat kali surat panggilan resmi kepada ZTMT, terakhir melalui Surat Nomor 503/126/DPM-PTSP/2025 tertanggal 16 Juni 2025. Surat itu ditandatangani oleh Kepala DPM-PTSP Banyuasin Dr. Drs. H. Alisadikin, M.Si dan ditembuskan kepada Gubernur Sumsel, Bupati Banyuasin, Kapolres Banyuasin, hingga Kasatpol PP.

Namun, semua panggilan itu diabaikan begitu saja.

Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan, menilai kasus ini sebagai contoh nyata lemahnya keberanian pemerintah dalam menegakkan aturan.

> “Empat kali panggilan resmi diabaikan tanpa langkah hukum. Ini bukan soal administrasi, tapi soal kehormatan pemerintah. Apakah pengusaha sekelas ZTMT lebih tinggi dari hukum?” tegasnya.

Menurut Feri, kasus ini mencerminkan ketimpangan perlakuan hukum di daerah, di mana pejabat sering kali keras terhadap rakyat kecil, namun lunak pada pelaku usaha yang memiliki pengaruh.

“Kalau warga biasa membangun tanpa izin, langsung disegel. Tapi kalau pengusaha besar, semua diam. Inilah potret nyata hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujarnya.

Feri mendesak agar Pemkab Banyuasin segera mengambil langkah konkret dan tegas, baik dengan penertiban maupun pelaporan hukum, agar kepercayaan publik tidak runtuh.

“Wibawa negara diukur dari keberaniannya menegakkan aturan, bukan dari seberapa kuat pelanggar bisa menghindar,” pungkasnya.(why)

Previous articleKerjasama Disnakertrans Muba Dengan PT. PKSS: Buka Peluang Kerja Posisi Field Collection
Next articleMenjelang Ulang Tahun Ke-35, JNE Raih Penghargaan Best Chief Marketing Officer (CMO) Award 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here