Home Pendidikan Penghapusan Pajak Kampus Swasta Non-Profit: Udara Segar bagi Pendidikan Tinggi di Palembang

Penghapusan Pajak Kampus Swasta Non-Profit: Udara Segar bagi Pendidikan Tinggi di Palembang

21
0

 

VENEWS  — Di tengah tantangan global dalam dunia pendidikan, kampus swasta non-profit di Indonesia, khususnya di Kota Palembang, terus berjuang mempertahankan eksistensinya sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berbeda dari entitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan, perguruan tinggi swasta non-profit beroperasi dengan misi sosial: memperluas akses pendidikan tinggi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan mengabdi kepada masyarakat.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan ini masih dibebani oleh kewajiban pajak yang seharusnya lebih relevan dikenakan kepada badan usaha komersial.

Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi beban yang menyerap anggaran operasional kampus, mengurangi kapasitas mereka dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan.

Penghapusan pajak bagi kampus swasta non-profit bukan sekadar keringanan fiskal, melainkan bentuk pengakuan negara terhadap fungsi sosial pendidikan tinggi. Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan tanggung jawab negara untuk memfasilitasinya.

Maka, kebijakan fiskal yang mendukung lembaga pendidikan nirlaba adalah langkah strategis untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Langkah ini juga akan memperkuat kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam membangun SDM unggul. Dana yang sebelumnya terserap untuk membayar pajak dapat dialihkan untuk peningkatan kualitas dosen, pengembangan riset, beasiswa mahasiswa, dan perbaikan sarana belajar.

Di Kota Palembang, tantangan pembiayaan pendidikan tinggi semakin kompleks. Persaingan antar kampus meningkat, sementara tuntutan terhadap sarana dan prasarana yang memadai terus bertambah. Dalam kondisi seperti ini, kampus swasta non-profit berharap pada satu hal dari pemerintah kota: penghapusan pajak.

Sebagaimana disampaikan oleh tokoh pendidikan Albizia Rahidin Anang, penghapusan pajak akan menjadi “nafas baru” bagi kampus swasta non-profit di Palembang⁽¹⁾. Ia menilai bahwa pendidikan yang dijalankan dengan semangat sosial semestinya dipandang sebagai investasi negara, bukan komoditas yang dikenai pajak layaknya bisnis.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak kampus swasta masih bergantung pada bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk menarik mahasiswa. Pendapatan kampus sebagian besar berasal dari biaya pendidikan, sumbangan alumni, dan hibah. Maka, pungutan pajak yang besar menjadi penghalang serius dalam upaya peningkatan mutu akademik.

Para pengelola kampus berharap agar Pemerintah Kota Palembang, di bawah kepemimpinan Ratu Dewa dan Prima Salam, dapat turun langsung melihat kondisi nyata di lapangan. Laporan keuangan dan jumlah mahasiswa bisa menjadi indikator awal untuk menilai urgensi penghapusan pajak.

Jika pemerintah serius ingin meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan pemerataan akses belajar, maka reformasi fiskal di sektor pendidikan harus menjadi prioritas.

Penghapusan pajak bagi kampus non-profit tidak berarti mengorbankan pendapatan daerah. Pemerintah dapat mengalihkan fokus pendapatan dari sektor pendidikan ke sektor bisnis, hiburan, retribusi jasa, BUMD, pariwisata, dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat. Dengan strategi ini, pendidikan tetap menjadi prioritas pembangunan tanpa membebani lembaga yang berjuang mencerdaskan bangsa.(rinjani/ril)

Previous articleMaraknya Aktivitas Usaha Ilegal di Musi Banyuasin: Antara Regulasi, Korupsi, dan Ancaman Nyawa
Next articleDosen Universitas PGRI Palembang Laksanakan Monev Program Nasional “Tujuh Jurus BK” di 17 Kabupaten Kota Sumsel

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here