VENEWS — Di tengah riuh rendah arak-arakan 44 pasang pengantin yang mengikuti nikah massal di halaman Kantor Wali Kota Palembang, ada satu pasangan yang mencuri perhatian. Bukan karena gaun mewah atau dekorasi megah, tapi karena kisah cinta yang telah bertahan lebih dari empat dekade—tanpa pernah diakui secara hukum.
Adalah Nizarman (63) dan Tanzilal (60), pasangan lansia asal Jalan Panca Usaha, Kecamatan Seberang Ulu I, yang akhirnya resmi tercatat sebagai suami-istri di mata negara.
Setelah menikah secara agama pada tahun 1982, mereka menjalani hidup bersama, membesarkan empat anak, dan kini telah dikaruniai sebelas cucu.
Namun selama 43 tahun, mereka belum memiliki buku nikah.
Hari itu, Kamis (2/10/2025) pagi, menjadi titik balik dalam perjalanan panjang mereka.
Di bawah langit cerah Palembang, dengan iringan marching band dan mobil odong-odong yang membawa para pengantin menuju resepsi di Hotel Swarna Dwipa, Nizarman dan Tanzilal duduk berdampingan.
Wajah mereka tenang, namun mata mereka berbicara banyak—tentang perjuangan, kesabaran, dan cinta yang tak pernah menuntut pengakuan, tapi akhirnya mendapatkannya.
“Terima kasih kepada Wali Kota Ratu Dewa yang telah peduli terhadap masyarakat. Dengan adanya nikah massal ini, kami bisa mendapatkan buku nikah dan sah secara negara,” ucap Nizarman, suaranya bergetar namun penuh syukur.
Ia mengaku pertama kali mengetahui program ini dari Camat Seberang Ulu I.
Tanpa ragu, ia dan istrinya mendaftar, menjalani proses itsbat nikah di Pengadilan Agama, dan akhirnya berdiri di pelataran Pemkot sebagai bagian dari sejarah kecil yang besar maknanya.
“Kami bersyukur. Program ini benar-benar membantu masyarakat, terutama pasangan lama seperti kami yang belum memiliki buku nikah,” tambahnya.
Di tengah gemerlap resepsi dan senyum para pengantin muda, kisah Nizarman dan Tanzilal menjadi pengingat bahwa cinta sejati tak mengenal usia, dan bahwa pengakuan hukum bukan sekadar formalitas—melainkan bentuk perlindungan dan penghormatan terhadap ikatan yang telah lama terjalin.
Agenda nikah massal yang digelar oleh Pemerintah Kota Palembang bersama Pengadilan Agama Kelas I bukan hanya seremonial tahunan.
Ia adalah jembatan antara harapan dan kenyataan, antara cinta dan legalitas, antara masa lalu yang tak tercatat dan masa depan yang kini sah.
Dan bagi Nizarman dan Tanzilal, hari itu bukan hanya tentang buku nikah.
Tapi tentang pengakuan atas cinta yang telah mereka rawat selama 43 tahun, dalam diam, dalam doa, dan kini… dalam sejarah.(WHY)








